Wednesday 30 October 2013

Orang2 mati yang masih hidup


Paling enak kalo baca ini sambil dengerin musik.
sayangnya saya belum bisa ngasi musik dalam blog..
hehehehe...


Ini bukan cerita horor, meski judulnya mirip2 horor. Saya simpel menulis ttg 'keabadian". Ketika jasadnya memang sudah hancur lebuh di dalam tanah, tidak ada lagi yang tersisa, sudah mati ratusan tahun lalu, atau bahkan ribuan tahun lalu, tapi karyanya masih hidup hingga hari ini. Inilah orang2 mati yang masih hidup.

Lampu misalnya, setiap kali melihat lampu bohlam, maka nama Thomas Alva Edison akan terus dikenang. Kalian tahu resleting? Zipper? Mungkin tidak banyak orang yang tahu siapa penemunya, tapi karyanya terus abadi hingga hari ini. Dan itulah menariknya konsep "keabadian" seperti ini, tidak penting namanya yang diingat, tapi karya-nyalah yang terus bermanfaat.
Dan lebih menarik lagi, mari pikirkan, bahwa Raja2 terkenal, saudagar2 terkaya, tidak masuk dalam definisi "keabadian" ini. Bukankah mereka berkuasa? Bukankah mereka kaya raya? Iya benar, tapi orang mengingatnya sebatas catatan sejarah, dia tidak hidup di antara kita. Berbeda sekali dengan lampu, resleting, setiap hari ada di sekitar kita bukan?

Apakah kalian mau jadi orang2 mati yang masih hidup?

Jika iya, maka jangan berkecil hati, tidak hanya penemu yang bisa melakukan ini. Di sebuah kampung, 50 tahun lalu, ada seorang pemuda yang susah payah membangun jaringan pipa dari sebuah gunung hingga ke kampungnya yang tandus. Panjang pipa itu 8 kilometer. Nah, sudah lama pemuda ini meninggal, pipa2 bambu itu sudah diganti berkali2 secara gotong royong oleh masyarakat, tapi pekerjaannya ternyata masih hidup, menyisakan sistem air bersih bagi mereka. Besok lusa, boleh jadi pipa2 bambu itu digantikan oleh mesin air tanah, disedot, atau besok lusa, seluruh kampung tidak sulit lagi mencari air, tapi setidaknya, dia sudah "abadi" lebih lama dibanding usia biologisnya. Setiap kali penduduk melihat pipa bambu itu, sosoknya hidup.
Mengajarkan ilmu bermanfaat, juga adalah pekerjaan "keabadian". Mendidik anak2 kita menjadi anak saleh, pun pekerjaan "keabadian". Tidak kecil nilainya seorang guru SD yang mau repot mengajarkan A, B, C bagi murid2 kelas satunya. Itu pekerjaan penting yang bisa abadi nilainya.
Kalian tahu Bukhari? Imam Syafi'i? Ibnu Taimiyah? Dan banyak guru2 mahsyur lainnya. Terbentang jauh jarak kita dengan mereka, tapi terasa dekat kita dengannya. Melalui apa? Buku2 yang mereka tulis, diwariskan terus menerus. Itu sungguh pekerjaan "keabadian" yang luar biasa. Tidak ada lagi sosok fisiknya, tapi kita masih bisa membaca karya2 mereka, pendapat2 mereka, nasehat2 mereka.
Apakah kalian tertarik mulai memikirkan melakukan pekerjaan "keabadian"? Bergabung kelak menjadi salah-satu orang2 mati yang masih hidup? Jika iya, ayo mulai hari ini. Agar kita bisa membuktikan, sekecil apapun mahkluk di dunia ini, tidak ada yang diciptakan sia-sia.
Karena sungguh, saya harus memberitahu kabar buruknya sekaligus, bahwa sebenarnya, di dunia ini, ada loh, orang2 yang masih hidup, segar-bugar, tapi sebenarnya sudah "mati". Tidak mau memberikan manfaat, tidak mau menjadi jalan kebermanfaatan, malah merusak dan sangat2 merusak. Kematian telah datang padanya meski usia biologisnya belum tamat.

*Tere Liye

0 komentar:

Post a Comment