Friday 8 November 2013

Bertempur


Kita, tidak akan mengeluh, atas pilihan yang kita ambil sendiri. Tidak pantas, dan tidak patut.

Ada orang yang memutuskan pacaran, lantas pacarnya selingkuh, dia hamil, maka jangan mengeluh, adik2. Sungguh jangan. Bagaimanalah kita meletakkan harga diri, kehormatan kita? Jelas2 sekali kita sendiri yang memutuskan pacaran, kita sendiri yang melampui batas, sedangkan orang lain sudah koar2 menasehati jangan, bagaimana mungkin kita akan mengeluh atas resiko pilihan diri sendiri?
Atau contoh lain, ada orang yang memutushkan jadi guru honorer, digaji kecil sekali, belasan tahun tidak diangkat2, maka jangan mengeluh, kawan2. Sungguh jangan. Jelas sekali kita sendiri yang memilih jadi guru honorer, kita sendiri yang bersedia, bagaimana mungkin kita akan mengeluh atas resikonya? Tentu saja contoh kedua ini tidak bisa disetarakan dengan contoh pertama, yg satu jelas2 keliru, tapi fokus kita soal mengeluhnya, bukan yang lain.

Saya paham, itu manusiawi memang, dan satu-dua, boleh jadi memang hak kita. Tapi selalu cam-kan baik2: kita tidak akan mengeluh, atas pilihan yang memang kita ambil sendiri.
Jika hari ini kita hanya begitu2 saja, tidak dihargai, disitu2 saja, jangan mengeluh. Itu jelas implikasi dari keputusan yang kita ambil bertahun2 lalu. Jika kita hanya bisa jadi ini, tidak bisa jadi itu, maka jangan mengeluh. Itu jelas akibat dari apa yang dulu telah kita lakukan.
Kalau sudah terlanjur, sudah kadung demikian, saatnya untuk berdiri tegak, kokoh. Buatlah rencana2 terbaik, mengubah nasib sendiri. Karena tidak pantas kita selalu mengeluh atas situasi yang kita kunyah tiap hari, tapi kita tidak mengambil langkah kongkret. Kan jadi aneh, kita suka sekali ngomongin orang cuma teori, cuma manis kalimat, cuma jago nasehat, nyalahin orang lain (termasuk pemerintah), tapi kitalah sebenarnya mahkluk hidup yang disebut: omdo, alias omong kosong. Justeru tidak melakukan apapun atas hidup sendiri.

Kalau sudah terlanjur hamil (dalam kasus pacaran misalnya), maka usap air mata, berhenti menangis. Segera bersimpuh sujud, tobat pada Allah, tunaikan sanksi berzina tersebut, kemudian jalani hidup baru. Besarkan anak kita tersebut. Semua orang berhak atas hidup baru, new life. Masa lalu selalu tertinggal di belakang. Kita bisa jadi orang yang benar2 fresh, berubah total, dan mengerti, tidak akan mengulangi kesalahan yang sama. Kalau orang lain masih menatap sebelah mata pada kita, itu urusan orang lain. Urusan kita adalah: saya sudah menjadi orang baru yang insyaf.

Kalau sudah terlanjur jadi guru honorer bergaji kecil, tidak diangkat bertahun2 (dalam kasus pekerjaan misalnya), maka berhenti mengeluh kemana2, mengeluh ini, mengeluh itu, panggil cinta dan motivasi kenapa kita harus jadi guru. Jika tidak mampu memanggilnya, karena dulu cintanya hanya sebatas berharap diangkat jadi PNS (dan sekarang cinta itu jadi benci karena nggak diangkat2 juga), maka sudah saatnya berpikir untuk mencari pekerjaan lain. Tegak, kokoh, mulai melakukan hal lain. Kita bisa menjadi orang yang benar2 fresh, berubah total, boleh jadi malah esoknya menjadi pengusaha top, selebritis terkenal, dsbgnya. Pilihannya selalu demikian. Bertahan, tanamkan cinta, atau pergi.
Apapun situasi yang kita hadapi sekarang, berhentilah mengeluh dan menyalahkan orang lain atas situasi yang kita pilih sendiri--sadar atau tidak sadar saat memilihnya. Kita ini punya kaki, punya tangan, punya otak, kita punya semua amunisi untuk bertempura dalam kehidupan.

Mari berjuang. Kebahagiaan itu harus direngkuh dengan banyak hal. Termasuk melalui perjalanan spiritual kehidupan, hingga tiba di titik pemahaman yang baik.

*tere liye

0 komentar:

Post a Comment